Sabtu, 15 November 2014

Perkuat Komitmen, Hidayatullah Sumatera Halaqoh Muharram


ppasihidayatullah.blogspot.com – “Apa indikator seorang kader telah menjalankan budaya Hidayatullah?” tanya Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Hidayatullah, Dr Abdul Mannan, kepada para kader Hidayatullah se Sumatera yang pada Sabtu-Ahad (8-9 November) berkumpul di Kampus Hidayatullah Rejang Lebong, Bengkulu.

Pertanyaan tersebut kemudian dijawab sendiri olehnya. “Budaya kita bukan sekadar panjang jenggotnya dan hitam jidatnya.” Tapi, kata beliau dalam pembukaan halaqoh tersebut, kita telah menjalankan budaya Hidayatullah apabila kita paham visi dan misi Hidayatullah, lalu serius memperjuangkannya dalam bingkai manhaj sistematika nuzulnya wahyu.

Bagian dari memperjuangkan visi dan misi tersebut tercermin dalam komitmen semua kader untuk berimamah dan berjamaah.

“Kita ini ibarat jamaah shalat yang terkomando dengan baik,” jelasnya lagi.

Sebagai contoh, semua kader Hidayatullah harus siap apabila ditugaskan berdakwah ke daerah-daerah terpencil, atau dimutasikan dari satu daerah ke daerah yang lain.

“Tidak boleh ada yang memutasikan dirinya sendiri, atau menolak untuk dimutasi,” tegasnya.

Namun, di sisi lain, ketaatan kader Hidayatullah kepada pimpinan bukan ketaatan buta, tapi ketaatan yang dimotivasi oleh ideologi.

Saat penutupan hari kedua, kader-kader Hidayatullah se-Sumatera, dipimpin oleh Ketua PW Hidayatullah Sumatera Selatan, membacakan ikrar komitmen.

Ikrar tersebut berisi ketaatan kepada seluruh keputusan Pimpinan Umum Hidayatullah dan seluruh unsur pimpinan Hidayatullah, serta sungguh-sungguh menjalankan segala tugas yang diamanahkan, dan memberikan apa yang terbaik yang dimliki. (Mahladi)

Senin, 13 Oktober 2014

Anjuran Menikah dan Larangan Membujang

Firman Allah SWT:
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telahmenciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allahmenciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allahmemperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga danmengawasi kamu. [QS. An-Nisaa’ : 1]
Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakanuntukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderungdan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramurasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itubenar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. [QS. Ar-Ruum : 21]
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelumkamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri danketurunan. [QS. Ar-Ra’d : 38]
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, danorang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamuyang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jikamereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.[QS. An-Nuur : 32]
Dan orang-orang yang berdoa, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlahkepada kami istri-istri kami, dan keturunan kami sebagai penyenanghati kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yangbertaqwa”. [QS. Al-Furqaan : 74]
Hadits Rasulullah SAW :
Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Hai parapemuda, barangsiapa diantara kamu yang sudah mampu menikah,maka nikahlah, karena sesungguhnya nikah itu lebih dapatmenundukkan pandangan dan lebih dapat menjaga kemaluan. Danbarangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa,karena berpuasa itu baginya (menjadi) pengekang syahwat”. [HR.Jamaah]
Dan Sa’ad bin Abu Waqqash ia berkata, “Rasulullah SAW pernahmelarang ‘Utsman bin Madh’un membujang dan kalau sekiranyaRasulullah mengijinkannya tentu kami berkebiri”. [HR. Ahmad,Bukhari dan Muslim]
Dari Anas bin Malik RA, ia berkata : Ada sekelompok orang datangke rumah istri-istri Nabi SAW, mereka menanyakan tentang ibadahNabi SAW. Setelah mereka diberitahu, lalu mereka merasa bahwaamal mereka masih sedikit. Lalu mereka berkata, “Dimanakedudukan kita dari Nabi SAW, sedangkan Allah telah mengampunibeliau dari dosa-dosa beliau yang terdahulu dan yang kemudian”.Seseorang diantara mereka berkata, “Adapun saya, sesungguhnyasaya akan shalat malam terus”. Yang lain berkata, “Saya akanpuasa terus-menerus”. Yang lain lagi berkata, “Adapun saya akanmenjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya”. KemudianRasulullah SAW datang kepada mereka dan bersabda, “Apakahkalian yang tadi mengatakan demikian dan demikian ?. Ketahuilah,demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takutkepada Allah diantara kalian, dan orang yang paling bertaqwakepada Allah diantara kalian. Sedangkan aku berpuasa dan berbuka,shalat dan tidur, dan aku mengawini wanita. Maka barangsiapa yangmembenci sunnahku, bukanlah dari golonganku”. [HR. Bukhari, danlafadh ini baginya, Muslim dan lainnya]
Dan dari Anas, bahwasanya ada sebagian shahabat Nabi SAW yangberkata, “Aku tidak akan kawin”. Sebagian lagi berkata, “Aku akanshalat terus-menerus dan tidak akan tidur”. Dan sebagian lagiberkata, “Aku akan berpuasa terus-menerus”. Kemudian hal itusampai kepada Nabi SAW, maka beliau bersabda, “Bagaimanakahkeadaan kaum itu, mereka mengatakan demikian dan demikian ?.Padahal aku berpuasa dan berbuka, shalat dan tidur, dan akupunmengawini wanita. Maka barangsiapa yang tidak menyukaisunnahku, bukanlah dari golonganku”. [HR. Ahmad, Bukhari danMuslim]
Dari Qatadah dari Hasan dari Samurah, bahwa sesungguhnya NabiSAW melarang membujang, dan Qatadah membaca ayat, “Dansesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamudan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan”. (Ar-Ra’d : 38). [HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah]
Dari Anas RA, bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda, “Barangsiapa yang Allah telah memberi rezqi kepadanya berupa istriyang shalihah, berarti Allah telah menolongnya pada separoagamanya. Maka bertaqwalah kepada Allah untuk separo sisanya”.[HR. Thabrani di dalam Al-Ausath, dan Hakim. Hakim berkata, “Shahih sanadnya]
Dan dalam riwayat Baihaqi disebutkan, Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seorang hamba telah menikah, berarti dia telahmenyempurnakan separo agamanya, maka hendaklah dia bertaqwakepada Allah pada separo sisanya”

Sabtu, 11 Oktober 2014

Sakinah itu apa..?

Saat suami merasa nyaman dirantau sedangkan dirumah istri menikmati kiriman nafkah lahir untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sementara dalam hatinya selalu ada tanya "Abi kapan pulang.? disini ada rindu" apakah itu sakinah ?

saat suami ada dirumah isteri setia menemaninya, tapi tak ada tawa kebahagian yang menemani mereka, suami sibuk mencari pekerjaan sedangkan isteri selalu menuntut adanya kebutuhan rumah tangga yang harus terpenuhi, hingga tak saling ada pesan kebaikan dan taqwa. itukah sakinah?

Suami merasa nyaman dengan pekerjaannya, isteri merasa dimanja dengan hadiah yang mempesona, kebutuhan rumah tangga tercukupi, anak-anak dan dapur ada yang mengurusi, belanja, liburan, jalan-jalan menjadi kebiasaan sehari-hari, pesona kenikmatan itu ternyata membuat mereka lalai dalam mengingat ilahi. "Seperti itukah sakinah" ?

Ada disaat merasa adanya suami sebagai penghibur dan begitupun juga sebaliknya, kebahagian itu terpancar dalam setiap keadaan.dikala duka mereka bersabar dikala suka mereka bersyukur, saat yang satu berkata "Apapun yang terjadi ini adalah hadiah dariNya" maka yang lain menjawab "Biarlah Allah yang menjaga kita" dan kemudian mereka itu tersenyum dengan penuh ketenangan. bukankah itu sakinah..?

Sakinah adalah rasa yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata karena dia bukanlah soal teori, pun juga tidak bisa dibeli dengan harta karena dia bukan materi. sakinah itu ada karena memang Allah yang membuatnya ada, maka mintalah sakinah hanya kepadaNya.

Rabu, 08 Oktober 2014

PESAN-PESAN KHUTBAH IEDUL ADH-HA 1435 H . PPASI HIDAYATULLAH JAMBI

Ustad.Ali Imron

KELUARGA YANG TAAT KEPADA ALLAH

Idul Fitri pada hakekatnya merupakan refleksi kegembiraan yang luar biasa setelah kita berhasil keluar sebagai pemenang dalam sebuah pertarungan yang dahsyat selama sebulan penuh.
Kemenangan yang kita raih dalam pertarungan di bulan Ramadhan, mengantarkan kita semua menjadi insan yang kembali menjadi suci.Insan yang terbebas dari segala noda yang mengotori hati, akibat perbuatan kita selama ini, baik yang kita lakukan dengan sengaja dan terang-terangan, maupun murni karena sebuah kekhilafan dan di luar kontrol "kesadaran".

Inilah yang dimaksud oleh Rasulullah SAW, “ka waladadhu ummuhu”, seperti pada hari kita dilahirkan oleh Ibu. Kemenangan inilah sesungguhnya, yang mendorong kita semua memekikkan kalimat takbir, tahlil dan tahmid.
Adapun Idul Adha yang kita rayakan pada hari ini, hakekatnya merupakan media bagi umat Islam seluruh dunia, khususnya bagi mereka yang diberi kesempatan melaksanakan Ibadah Haji, untuk kembali mengenang ulang tiga sosok manusia yang pernah terlahir di muka bumi. Ketiga sosok yang dimaksudkan adalah Nabiyullah Ibrahim AS, Siti Hajar, istrinya, dan juga putranya, Ismail. Ketiganya tercatat dalam sejarah yang ditulis dengan tinta emas, yang oleh al-Qur’an dinobatkan sebagai uswatun hasanah (contoh teladan yang baik), bagi seluruh umat manusia.Mereka bertiga telah mengajarkan bagaimana cara kita bersikap dalam mengarungi kehidupan agar beruntung, sukses, bahagia dan selamat di dunia dan akhirat. Inilah yang diabadikan oleh Allah SWT dalam QS:60 (Al Mumtahanah) ayat 4
Sungguh telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya.

Allahu Akbar 3X Walillahilhamd.
Tingkat kemampuan seseorang  dalam memahami dan memperagakan ketiga sosok di atas akan berbanding lurus dengan  tingkat kegembiraannya hari ini. Kegembiraan itu  ditandai dengan suara yang lantang ketika mengumandangkan kalimat takbir, tahlil dan tahmid, yang akan terus menerus menggema, hingga berakhirnya hari tasyrik pada tanggal 13 Dzulhijjah.
Ikhwanie rahimakumullah.

Adalah lucu, bila hari ini ada orang yang turut bergembira ria dan ikut bersuka cita meramaikan Iedul Adha, padahal sikap dan tingkah lakunya  tidak sejalan, bahkan nyata-nyata sangat bertentangan dengan apa yang telah diperagakan oleh Nabiyullah Ibrahim bersama istri dan juga putranya.
Sama dengan Iedul Fitri yang lalu, adalah aneh ketika ada orang yang jelas-jelas kalah dalam pertarungan di bulan Ramdhan, namun tidak mau kalah dalam mengekspresikan kegembirannya. Kegembiraan yang dimaksudkan, bukan hanya tampak pada pakaiannya yang serba baru, perabot rumah tangga yang diganti dengan produk keluaran mutakhir, namun juga terlihat dengan jelas, betapa senyumnya yang manis senantiasa menghiasi wajahnya. Malah suaranya lebih lantang ketika memekikkan takbir, tahlil dan tahmid.

Na’udzubillah, semestinya mereka segera sadar dan mengucapkan banyak istighfar,  diiringi raut wajah penuh kesedihan dan tetesan air mata yang mengucur deras di wajahnya. Yang demikian itu dilakukan karena mereka telah menyia-nyiakan kesempatan yang ada untuk mensucikan dirinya. Tidak seorangpun dapat garansi istimewa bahwa tahun depan mereka masih hidup. Tidak ada yang tahu apakah mereka masih diberi waktu.

Kita boleh berbangga diri dengan kemajuan ilmu dan tehnologi yang berkembang saat ini, tapi tehnologi mana yang bisa menghentikan kematian?
Kita boleh bersuka cita atas ditemukannya berbagai alat kedokteran yang canggih, tapi dokter mana yang bisa menyetop kematian? Dokter, obat, rumah sakit dan peralatan kesehatan yang canggih hanyalah alat. Pada akhirnya yang menentukan adalah taqdir Allah. Dialah yang punya kuasa. Dialah yang menghidupkan dan mematikan.
Allah telah menegaskan dalam firman-Nya:

Di manapun engkau berada, niscaya kematian akan menemuimu, sekalipun engkau berada dalam benteng yang sangat kokoh. (QS. An-Nisaa’: 78)

Allahu Akbar 3X Walillahilhamd.
Ikhwani kaum Muslimin yang berbahagia.
Pada kesempatan yang baik di hari idul adh-ha ini, kami mengajak kepada kita semua untuk merenungkan kembali makna sejarah yang telah dipertontonkan secara vulgar oleh Nabi Ibrahim, Siti hajar, dan putranya, Ismail. Ketiganya telah menunjukkan kepada kita bagaimana seharusnya taat kepada perintah Allah. Bagaimana menempatkan Allah di atas segala-galanya. Bagaimana kecintaan kepada Allah di atas semua kecintaan kepada apapun dan kepada siapapun.

Sebagaimana yang kita pahami, kehadiran seorang anak dalam kehidupan rumah tangga merupakan pelengkap kebahagiaan. Ketidak hadiran seorang anak dalam kehidupan suami isteri ibarat sayur yang tak bergaram.
Adalah wajar wajar bagi sepasang suami istri yang telah melangsungkan pernikahan dalam waktu yang relatif lama, rela melakukan berbagai macam cara dan biaya yang tidak sedikit untuk mendapatkan anak. Bahkan risiko yang berat sekalipun sanggup dijalani demi untuk mendapatkan keturunan.

Sebagai manusia biasa, Nabiyullah Ibrahim AS sesungguhnya merasakan hal yang sama ketika usia pernikahannya telah mencapai puluhan tahun dan belum dikaruniai seorang anakpun. Betapa bahagianya Ibrahim setelah dikarunia anak  dari pernikahnnya dengan Siti hajar. Suatu kegembiraan yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Namun, justru peristiwa inilah yang menjadi menjadi titik awal dari puncak drama kehidupan yang beliau lakoni dari sekian banyak episode sejarahnya.

Betapa tidak, tatkala sang anak telah beranjak remaja, sekonyong-konyong datang perintah Allah SWT untuk menyembelih sang buah hati. Ayah mana yang hatinya tak berguncang saat menerima perintah ini? Ibu mana yang bisa mengikhlaskan anaknya disembelih oleh ayah yang baru datang menengoknya? Anak mana mana yang tidak memberontak ketika akan disembelih oleh ayahnya sendiri?

Itulah super drama yang dimainkan secara apik oleh ketiga pemeran utama tadi, Ibrahim, siti Hajar, dan Ismail. Mereka bertiga menujukkan kepada kita bagaimana seharusnya taat kepada Allah di atas segala-galanya. Bagaimana kecintaan kepada Allah di atas semua.


Drama tersebut diabadikan dalam al-Qur’an
Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha ersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukan apa yang Diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar. (QS. Ash-Shaffat: 102)

Pertanyaan besarnya, modal apa yang dimiliki oleh ketiga orang pilihan Allah tersebut, sehingga mereka begitu tegar dalam melaksanakan perintah meskipun resikonya jelas, yaitu kehilangan sesuatu yang justru paling dicintai dan disayangi?
Allahu Akbar 3X Walillahilhamd.
Ketaatan atas perintah Allah SWT  yang menuntut pengorbanan yang begitu tinggi, hanya mungkindilakukan oleh orang yang memiliki kualitas iman yang kokoh. Hanya orang-orang yang memiliki pondasi keimanan yang kuat saja yang tetap tegar dan kuat menghadapi berbagai cobaan hidup.
Orang yang beriman menyadari sepenuhnya bahwa hidup di dunia ini hanyalah serentetan cobaan. Kadang baik, kadang buruk. Tapi ingat bahwa hal tersebut hanyalah ujian. Namanya ujian itu tidak selamanya. Ada satnya kita merayakan kelulusan setelah melewati fase ujian.

Allah berfirman:

Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara yang lebih baik amalnya. Dan dia Maha Perkasa, Maha Pengampun. (QS. Al-Mulk: 2)

Melalui drama di atas, Allah telah memberi pelajaran berharga bahwa ketaatan kepada Allah tidak pernah membawa sengsara. Sebaliknya, di balik ketaatan kepada Allah akan lahir keselamatan, kesuksesan, dan kebahagiaan. Tidak hanya di dunia. Ada kebahagiaan yang abadi di surga.

Persoalannya sekarang, maukah kita menjalani ujian dan cobaan dengan keimanan? Masih ragu-ragukah kita?
Tak bisa dipungkiri, cobaan kita saat ini adalah anak. Anak yang kita lahirkan, anak yang kita besarkan, anak yang kita didik di sekolah sekolah mahal, anak yang kita sayangi dengan segenap cinta telah menjelma menjadi musuh kita. Di depan kita ada kenakalan remaja, tawuran antar pelajar, minuman keras, ganja, narkoba, dan seks bebas. Sungguh, mengiris hati.
Bahkan di ayat yang lain, Allah menegaskan:
Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. (QS. At-Taghabun: 14)
Melalui peristiwa penyembelihan kurban ini, nabi Ibrahim memberi pelajaran bagaimana orangtua harus rela menyembelih anaknya dengan memberikan pendidikan yang benar. Kenalkan mereka terhadap Tuhannya. Kenalkan mereka dengan mengajarkan Al-Qur’an. Pahamkan mereka tentang syari’at agama. Ajarkan pada mereka akhlaqul karimah.

Sebagai orangtua jangan ragu-ragu menyembelih anak kita sendiri, dalam pengetian menyetop mereka jika berlaku salah. Stop anak-anak kalian jika mereka bergaul bebas, lelaki dengan perempuan. Stop anak-anak kalian jika mereka berpakaian tidak sopan, melanggar syaria’at, mengumbar aurat. Stop anak-anak kalian jika terlihat mereka sampai berani merokok, karena jika dibiarkan akan menjadi pintu masuk alkohol dan narkoba.
Orangtua harus tega menyembelih anaknya, dalam arti melarang mereka berbuat maksiyat. Orangtua harus rela menghukum anaknya yang tidak shalat. Meninggalkan shalat sama dengan berbuat kemaksiyatan. Jika kepada Allah mereka berani melanggar, bagaimana kepada yang lain?
Rasulullah telah mengingatkan:
Suruhlah anak-anakmu shalat bila berumur tujuh tahun dan gunakan pukulan jika mereka sudah berumur sepuluh tahun. (HR. Abu Dawud)
Sungguh ironis, banyak orangtua yang segan mengingatkan anaknya untuk melaksanakan shalat, padahal mereka sudah berumur di atas sepuluh tahun, bahkan sudah ada yang berumur tujuh puluh tahun. Banyak orangtua yang segan mengingatkan anaknya yang sedang pacaran, bergaul bebas, dan berpakaian tidak sopan.
Anak kita adalah aset masa depan kita. Di saat kita sudah menghadap Allah, merelah yang bisa meminta ampunan kepada Allah. Di saat kita sudah mati, merekalah yang bisa mendo’akan kita. Anak adalah surga dan neraka kita.
Rasulullah ditanya tentang peranan kedua orangtua, beliau menjawab:
Hum jannatuka wa naruka
Mereka adalah (yang menyebabkan) surgamu dan nerakamu. (HR. Ibnu Majah)
Kita semua mencintai anak, akan tetapi kecintaan kita kepada anak jangan sampai kelewat batas. Betapa banyak orang tua yang rela korupsi, besar-besaran atau kecil-kecilan demi anaknya? Ketika anaknya masih kecil, yang diminta mungkin hanya sekadar mobil-mobilan. Tapi ketika mereka dewasa, yang diminta mobil beneran. Rumah beneran.

Sebelum anak-anak kita menjadi neraka di rumah kita, sebelum anak-anak kita menjadi generasi perusak bangsa, mari kita jadikan kecintaan kepada Allah di atas segala-galanya. Mari kita jadikan ketaatan kepada Allah menjadi perisai kehidupan kita. Kita didik anak kita baik-baik. Kita juga jadikan diri kita sebagai suri tauladan yang baik bagi mereka.

Jadilah orangtua yang bisa menjadi contoh. Jadilah orangtua yang bisa “sung tulodo”. Orangtua yang tidak hanya bisa menasehati, tapi juga bisa menginspirasi. Jadilah ayah seperti Ibrahim. Jadilah ibu seperti Siti hajar. Dan jadilah anak seperti Ismail. 

Kamis, 25 September 2014

Murid Hidayatullah Surabaya Kirim Surat ke Presiden RI

Surat suara hati ini dikirimkan bertepatan dengan Hari Hijab Internasional

ppasihidayatullah.blogspot.com – “Pak Presiden dan Pak Kapolri yang saya hormati. Tulisan saya ini mewakili wanita Indonesia yang berjilbab untuk mendukung Polisi Wanita yang ada dibawah jajaran bapak untuk memakai hijab. Jangan dihalangi.

Mereka berhijab karena panggilan hati. Berhijab adalah aturan Allah yang harus ditaati. Salam dari Adiba siswi SMP Putri Luqman al Hakim Hidayatullah Surabaya.”
Demikianlah salah satu isi surat yang ditulis oleh siswi SMP Putri Lukman al Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya, Jawa Timur. Surat tersebut adalah surat cinta dan penuh harap yang akan dikirimkan kepada Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono dan Kapolri, Bapak Jenderal Sutarman.
Siswi SMP Putri Luqman al Hakim Hidayatullah, Surabaya, Yustika Asih, menulis surat cinta tentang Undang-Undang Jilbab bagi Polwan kepada Kapolri Jenderal Pol Sutarman dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Hari Hijab Internasional.

“Hijab itu hak asasi yang harus dijunjung tinggi, karena itu saya berharap undang-undang hijab bagi polwan dituntaskan,” ucapnya saat menulis surat cinta itu di sekolahnya di kompleks Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya (8/9) lalu.

Dalam surat cintanya pada Hari Hijab Internasional yang jatuh setiap tanggal 4 September itu, ia mengharap dengan tulisan tangan yang ia hasilkan bisa memberi penguatan tentang kebebasan berhijab di lembaga manapun.

“Khususnya hijab bagi Polwan,” tukasnya tentang Hari Hijab Internasional (4 September) yang berdekatan dengan Hari Polwan pada setiap tanggal 1 September.

Pandangan Yustika itu juga didukung rekannya, Adiba Nurul Khoirina. “Pak Presiden dan Pak Kapolri yang saya hormati. Tulisan saya ini mewakili wanita Indonesia yang berjilbab untuk mendukung Polisi Wanita untuk memakai hijab. Jangan dihalangi,” ujar Adiba.

Baik Yustika maupun Adiba menegaskan bahwa mereka berhijab karena panggilan hati, selain berhijab juga merupakan aturan Allah yang harus ditaati untuk kebaikan kaum perempuan itu sendiri.

Langkah Yustika dan rekan-rekannya pun didukung Kepala SMP Putri Luqman al Hakim Hidayatullah, Surabaya, Amin Rahayu. “Momen Hari Hijab Internasional itu tepat untuk menegaskan pentingnya hijab, sekaligus dukungan bagi Polwan Indonesia yang ingin berhijab dalam bekerja,” tandasnya. (prs/hio)

Senin, 22 September 2014

Sosialisai Guru Mts Al-Falah Hidayatullah Parit Panglong Kab.Tanjab Barat

Prinsip dasar pengajaran dalam konsep pendidikan berbasis Tauhid

Sub Tema

"Guru dan orang tua harus dekat dengan Allah.SWT. menjaga kebersihan jiwa dan meninggalkan segala bentuk dosa dan kemaksiatan, karena jiwa yang kotor tidak akan mampu mengantarkan nilai pendidikan kepada anak-anak".

Orang tua dan guru harus bekerja sama

Konsep seorang guru
  • Guru  yang Cerdas akan menjadikan anak didiknya bisa :
  1. Menguasai materi dan teori
  2. Bisa mendapatkan nilai yang bagus disetiap mata pelajaran.
Konsep orang tua
  • Orang tua yang Cerdas akan menjadikan anak-anaknya :
  1. Cerdas agamanya
*siapa dirinya ? (Mengenali diri)
*mau kemana dia ?
*apa tujuan hidupnya ?
*kemana dia akan kembali ?


Narasumber :

Ustad. Cik Meron

{ Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Hidayatullah Jambi}
{ Ketua Learning Centre Jambi }


Sosialisai Guru Mts Al-Falah Hidayatullah Parit Panglong Kab.Tanjab Barat

Tanggal
21 September 2014

Dihadiri oleh 20 Ibu dan Bapak guru Mts Al-Falah Hidayatullah
dan tamu undangan lainnya.

Selasa, 16 September 2014

Harta,Hidup,Cantik,Kekuasaan,Pangkat dan Semua di Dunia Hanya Sementara



Senin, 15 September 2014

PROFESI GURU DALAM PANDANGAN KACA MATA ISLAM

PROFESI GURU DALAM PANDANGAN
KACA MATA ISLAM
 

Oleh: Ust. Abu Usamah Imron,
(Pengurus dan aktivis  Lembaga Pendidikan Islam Hidayatullah Propinsi Jambi)
 
A. Muqaddimah
Manusia diberi kebebasan oleh Allah untuk memilih pekerjaan mana yang disukai dan paling cocok bagi dirinya. Allah tidak pernah melarang manusia untuk mengerjakan apa saja, sepanjang pekerjaan tersebut tidak bertentangan dengan syariat agama, dan syukur apabila pekerjaan tersebut mendatangkan manfaat bagi sesama.

Satu hal yang diperintahkan Allah kepada manusia adalah bekerja dengan keras, karena Allah sendiri yang akan memeriksa amal manusia. Hal tersebut tersurat dalam Q.S. At-Taubah ayat 105 yang berbunyi:
“Dan katakanlah:
“Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya
serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu,
dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang
ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu
apa yang telah kamu kerjakan”







B. Uraian Materi Inti    

1. Kemuliaan Sang Guru
Diantara berbagai pekerjaan yang ada di muka bumi ini, guru adalah salah satu pekerjaan yang sangat mulia. Pekerjaan yang akan membawa diri seseorang menikmati sadaqah jariyah (melalui ilmu) yang tidak berkeputusan, bahkan hingga kelak orang (guru) tersebut meninggalkan dunia yang fana ini.
Menjadi guru adalah pekerjaan yang sangat mulia, karena guru adalah pewaris pekerjaan Rasulullah SAW. Hal ini disebutkan dalam salah satu hadist Nabi: “Sesungguhnya saya diutus ke dunia ini untuk mengajar.”. Karena itulah para ulama’, para Kyai senantiasa menyempatkan diri untuk mengajar dan mendidik para santrinya. Hal itu karena adanya dorongan untuk mengikuti jejak Rasulullah, dan juga meneruskan apa yang menjadi cita-cita Rasulullah SAW, yakni: Innama buitsu liutammima makarimal akhlak, “Sesungguhnya aku diutus ke bumi ini untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak”.
Guru menjadi pekerjaan yang sangat mulia, karena apa yang dikerjakan guru memiliki nilai sosial yang tinggi dalam membentuk masyarakat, dengan memberikan sumbangan ilmu melalui generasi penerus bangsa. Itu sebabnya ustadz ditempatkan pada porsi yang luar biasa, guru dalam pandangan orang Jawa dipandang sebagai sosok yang bisa digugu dan ditiru bahkan sebutan “pahlawan tanpa tanda jasa”, disematkan kepada diri para guru. Begitu mulianya pekerjaan seorang guru, hingga Sayyidina Ali r.a. menyampaikan pesan: “Hormatilah gurumu walau ia hanya mengajarimu satu ayat.”
Kemuliaan profesi sebagai guru dalam pandangan Islam juga tidak terlepas dari keberadaan Islam sebagai agama yang menjadikan menuntut ilmu dan mengajarkan sebagai suatu kewajiban. Maka orang yang sengaja tidak menuntut ilmu atau mengajarkannya akan diancam syara’ dengan siksaan, dan yang menyembunyikan ilmu yang bermanfaat akan dikekang pada hari kiamat dengan kekang yang terbuat dari api neraka. Dengan begitu Islam telah membebani kepada para guru dan orangtua dengan tanggungjawab yang besar dalam pengajaran. Hal ini tersurat dalam beberapa ayat-ayat Allah di dalam Al-Qur’anul Karim. (Q.S. At Taubah:122).

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu
dapat menjaga dirinya.
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan
apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan
(yang jelas) dan petunjuk,
setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab,
mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk)
yang dapat mela'nati. (Q.S. Al Baqarah:159)

Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan
apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab dan menjualnya
dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya
tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api
dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat
dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka
siksa yang amat pedih. (Al Baqarah:174)

2. Imbalan Yang Sesungguhnya
Menjadi guru dan telah mengajarkan sesuatu yang baik pun belum dapat dipastikan akan mendapat pahala di sisi Allah manakala orang yang bersangkutan hanya bisa menyampaikan dan tidak mau mengerjakan. Hal ini tersebut dalam ayat Allah:
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan
apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
 (Q.S. Ash Shaff:3).

Akan tetapi jika seorang guru benar-benar mengerjakan tugas dan tanggungjawabnya dengan baik dan benar, dan memberikan tauladan dari apa yang telah disampaikan kepada anak didik, maka Allah menjanjikan pahala bagi guru yang bersangkutan. Rasulullah SAW menyampaikan dalam salah satu Hadistnya:
                                                 
“Sepatah perkataan yang baik
yang didengar oleh seorang mukmin
lalu diajar dan diamalkanny  lebih baik daripada ibadah setahun”.
“Sesungguhnya Allah, para malaikat, isi langit dan bumi hingga semut di dlm lubang dan ikan dalam laut, semuanya berdoa dan mendoakan orang-orang yang mengajar manusia”
 (H.R. At-Turmizi)

3. Bekerja dan Beribadah
Saat ini profesi guru semakin dihargai oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Melalui Undang-Undang tersebut tingkat kesejahteraan guru dapat lebih terjamin, karena dengan adanya sertifikasi dapat meningkatkan penghasilan guru dua kali lipat, bahkan lebih. Akan tetapi jangan pernah menjadikan nilai gaji sebagai ukuran dalam bekerja. Niatkanlah setiap pekerjaan sebagai ibadah. Sebab dengan begitu apa yang kita kerjakan akan mendapat penilaian yang mulia di sisi Allah, dan akan dibalas dengan pahala yang setimpal.

“Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu,
upahku tidak lain hanya dari Tuhan semesta alam.” (Q.S. Asy-Syu’araa: 109)

Jika dalam bekerja seorang guru diniati dengan ibadah, maka apa yang dia lakukan akan senantiasa dilandasi dengan keikhlasan, dan tidak akan menganggap diri penuh jasa dan penuh kebaikan pada orang lain. Apalagi menginginkan orang lain tahu akan jasa dan kebaikan dirinya, lalu berharap agar orang lain menghargai, memuji, dan membalasnya. Karena jika hal itu yang terjadi maka berarti orang tersebut sedang membangun penjara bagi diri sendiri dan sedang mempersiapkan diri mengarungi samudera kekecewaan dan sakit hati.

Ketahuilah bahwa semakin banyak kita berharap sesuatu dari selain Allah SWT, maka semakin banyak kita akan mengalami kekecewaan. Karena, tiada sesuatu apapun yang dapat terjadi tanpa ijin Allah. Sesudah mati-matian berharap dihargai makhluk dan Allah tidak menggerakkan orang untuk menghargai, maka hati ini akan terluka dan kecewa karena kita terlalu banyak berharap kepada makhluk. Belum lagi kerugian di akhirat karena amal yang dilakukan berarti tidak tulus dan tidak ikhlas, yaitu beramal bukan karena Allah.

Selayaknya kita menyadari bahwa yang namanya jasa atau kebaikan kita terhadap orang lain, sesungguhnya bukanlah kita berjasa melainkan Allah-lah yang berbuat, dan kita dipilih menjadi jalan kebaikan Allah itu berwujud. Sesungguhnya terpilih menjadi jalan saja sudah lebih dari cukup karena andaikata Allah menghendaki kebaikan itu terwujud melalui orang lain maka kita tidak akan mendapat ganjarannya.

Seorang guru juga harus bisa menahan diri dari ujub dan merasa berjasa kepada murid-muridnya. Karena memang kewajiban guru untuk mengajar dengan baik dan tulus. Dan memang itulah rizki bagi seseorang yang ditakdirkan menjadi guru. Karena setiap kebaikan yang dilakukan muridnya berkah dari tuntunan sang guru akan menjadi ganjaran tiada terputus dan dapat menjadi bekal penting untuk akhirat. Kita boleh bercerita tentang suka duka dan keutamaan mengajar dengan niat bersyukur bukan ujub dan takabur.
Seorang guru juga perlu lebih hati-hati menjaga lintasan hati dan lebih menahan diri andaikata ada salah seorang murid kita yang sukses, menjadi orang besar. Para guru biasanya akan sangat gatal untuk mengumumkan kepada siapapun tentang jasanya sebagai guru murid yang sukses plus kadang dengan bumbu penyedap cerita yang kalau tidak pada tempatnya akan menggelincirkan diri dalam riya dan dosa.

4. Himbauan
Mari kita bersungguh-sungguh untuk terus berbuat amal kebajikan sebanyak mungkin dan sesegera mungkin. Setelah itu mari kita lupakan seakan kita tidak pernah melakukannya, cukuplah Allah yang Maha Melihat saja yang mengetahuinya. Allah SWT pasti menyaksikannya dengan sempurna dan membalasnya dengan balasan yang sangat tepat baik waktu, bentuk, ataupun momentumnya. Salah satu ciri orang yang ikhlas menurut Imam Ali adalah senang menyembunyikan amalannya bagai menyembunyikan aib-aibnya.
Bagi para guru saya juga berpesan agar senantiasa bekerja dengan professional, dan selalu menjaga mutu dari pekerjaanya. Contohlah perbuatan Rasulullah SAW yang selalu terjaga mutunya. Begitu mempesona kualitasnya. Shalat beliau adalah shalat yang bermutu tinggi, shalat yang prestatif, khusyuk namanya. Amal-amal beliau merupakan amal-amal yang terpelihara kualitasnya, bermutu tinggi, ikhlas namanya. Demikian juga keberaniannya, tafakurnya, dan aneka kiprah hidup keseharian lainnya. Seluruhnya senantiasa dijaga untuk suatu mutu yang tertinggi.
Tidak heran kalau Allah Azza wa Jalla menegaskan,
"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah ..."
(QS. Al Ahzab [33] : 21)
Ingatlah bahwa "Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia
menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang munkar
 dan beriman kepada Allah ...!’  (QS. Ali Imran : 110).

B. Penutup
Oleh karena itu, bagi Anda yang dikaruniai kesempatan menjadi guru dan mengharapkan dicintai dan dihormati muridnya, jangan pernah membuat bosan murid ketika mengajar di kelas, Laksanakan pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan, dan selalu dilandasi dengan upaya untuk menciptakan murid-murid yang cerdas dan berpikiran maju. Contohlah Rasul dalam mengajar. Bagaimana cara Rasul mengajar? Ternyata Rasulullah mengajar dengan penuh kelembutan, kasih-sayang, dan sangat ingin para sahabatnya menjadi maju.

Allah SWT menjelaskan dalam firman-Nya,
"Dan sesungguhnya Rasul Allah itu menjadi ikutan (tauladan) yang baik untuk kamu
dan untuk orang yang mengharapkan menemui Allah di hari kemudian
dan yang mengingati Allah sebanyak-banyaknya."
(Q.S. Al Ahzab: 21).


Anggaran Oprasional PPASI

IP = Rp.150.000 x 54 orang = Rp.8.100.000
(Infaq Pendidikan)

UM = Rp.250.000 x 54 orang = Rp.13.500.000
(Uang Makan)

HG = Rp.1.500.000 x 7 orang = Rp. 10.500.000
(Honorel Guru

HKS = Rp.2.000.000 x 5 orang = Rp.10.000.000
(Honorel Kepala Sekolah (TK-SD-SMP-SMA-KDM)

SK= Rp.500.000 x 4 orang = Rp.2.000.000
(Staf Kantor)

Listrik = Rp. 1.000.000
Telpon = Rp. 1.500.000
Lain-lain tak terduga = Rp.3.400.000

Total Anggaran Oprasional/Bulan Pusat Pendidikan Anak Shaleh Yayasan Hidayatullah Muaro jambi.

Rp.50.000.000,-

Jumat, 12 September 2014

Visi dan Misi PPASI

VISI
Mewujudkan Generasi Bangsa Yang Berkualitas, Tangguh dan Bermutu
MISI
Mendidik Generasi Yang Shaleh, Cerdas dan Terampil

Rabu, 10 September 2014

Tentang Hidayatullah

Mukadimah

Hidayatullah awalnya sebuah pondok pesantren yang berdiri di atas lahan wakaf seluas 120 hektar di Gunung Tembak, Balikpapan, Kalimantan Timur. Pondok pesantren ini didirikan oleh Ust Abdullah Said pada 7 Januari 1973.

Dalam perkembangannya, Ust Abdullah Said mengirimkan santri-santrinya untuk berdakwah ke berbagai daerah di seluruh Indonesia, khususnya daerah-daerah minoritas Muslim.

Di tempat tugas yang baru, para santri Hidayatullah tak sekadar berdakwah, tetapi juga membangun cabang pondok pesantren Hidayatullah.

Pada akhirnya, tersebarlah ke lebih dari 100 kabupaten di seluruh Indonesia dalam bentuk pondok pesantren tersebut. Fokus kegiatannya adalah sosial, pendidikan, dan dakwah.

Pada Musyawarah Nasional (Munas) Pertama Hidayatullah, 9–13 Juli 2000, di Balikpapan, Hidayatullah mengembangkan menejemennya menjadi organisasi kemasyarakatan (ormas) dan menyatakan diri sebagai gerakan dakwah dan perjuangan Islam.

Dalam perkembangan selanjutnya, ormas Islam Hidayatullah berubah menjadi Perkumpulan Hidayatullah. Keanggotaan, misi, visi, dan konsep dasar gerakan bersifat terbuka.

Sejalan dengan itu, kader-kader Hidayatullah yang sudah tersebar di seluruh penjuru tanah air mulai membentuk Pimpinan Cabang (PC), Pimpinan Daerah (PD) dan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW). Hingga tahun 2013 ini, Hidayatullah sudah memiliki 33 DPW, 287 PD dan 70 PC. Jumlah DPC, PR dan PAR tidak dicantumkan karena pertumbuhannya yang terus berubah.

Sejak 1978 Hidayatullah melakukan pengiriman da’i ke seluruh Indonesia dan mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Hidayatullah (STIEHID) di Depok, Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman Al-Hakim (STAIL) di Surabaya dan Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Hidayatullah (STISID) di Balikpapan sebagai lembaga pendidikan untuk pengkaderan da’i dengan memberlakukan beasiswa penuh (biaya pendidikan dan biaya hidup) bagi mahasiswa dengan pola ikatan dinas. Da’i ini kemudian mendapatkan tunjangan maksimal hingga 3 tahun atau sampai mereka mampu menjadi pelaku ekonomi di tempatnya berada.

Mulai tahun 1998 lembaga pendidikan kader da’i ini telah menghasilkan lulusan dan telah mengirimkan da’i ke berbagai daerah terutama Indonesia Bagian Timur dan Tengah. Setidaknya setiap tahun, Hidayatullah mengirimkan 150 da’i ke berbagai daerah di Indonesia dengan 50 di antaranya adalah lulusan strata satu dari lembaga pendidikan kader da’i.

Lembaga pendidikan Hidayatullah meliputi Taman Kanak-Kanak dan kelompok bermain pra sekolah, Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah di hampir semua Daerah, Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah setidaknya ada di setiap Wilayah dan 3 perguruan tinggi di Surabaya, Balikpapan dan Depok.

Pusat Pendidikan Anak Shaleh (PPAS) adalah institusi berupa pesantren bagi anak yatim piatu. Ada lebih dari 200 Pusat Pendidikan Anak Shaleh (PPAS) dengan jumlah anak yatim piatu dan tidak mampu dimana setiap PPAS menampung sekitar 150 orang anak.

Pada tahun 2013, Hidayatullah mendapat tambahan sebuah perguruan tinggi STT STIKMA Internasional Malang, yang dinaungi dibawah PW Hidayatullah Jawa Timur. Berbeda dengan Perguruan Tinggi Hidayatullah lainnya yang umumnya mempelajari ilmu agama, STT STIKMA Internasional Malang adalah perguruan tinggi yang mempelajari bidang Teknologi Informasi, Multimedia, Arsitektur, dan Komputerisasi Akuntansi. STT STIKMA Internasional Malang bergabung setelah yayasan yang lama, meng-hibah-kan lembaga STT STIKMA Internasional kepada ormas Hidayatullah.

Sebagai organisasi massa Islam yang berbasis kader, Hidayatullah menyatakan diri sebagai Gerakan Perjuangan Islam (Al-Harakah al-Jihadiyah al-Islamiyah) dengan dakwah dan tarbiyah sebagai program utamanya. Keanggotaan Hidayatullah bersifat terbuka, dimana usahanya berfungsi sebagai basis pendidikan dan pengkaderan.

Metode (manhaj nubuwwah’) Hidayatullah yaitu berpegang pada al Qur’an dan as-Sunnah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Hidayatullah berfokus pada pelurusan masalah aqidah, imamah dan jamaah (tajdid); pencerahan kesadaran (tilawatu ayatillah); pembersihan jiwa (tazkiyatun-nufus); pengajaran dan pendidikan (ta’limatul-kitab wal-hikmah) dengan tujuan akhir melahirkan kepemimpinan dan ummat.

Pesantren Hidayatullah

Pesantren-Pesantren Hidayatullah berfungsi sebagai tempat untuk mendalami ilmu. Pesantren ini dihuni santri yang tinggal di asrama, guru, pengasuh, pengelola dan jamaah Hidayatullah.

Pola pengajaran di Pesantren Hidayatullah adalah sistem pesantren modern, yaitu penggabungan mata ajaran umum Kemendikbud dan mata ajaran khusus atau keislaman (diniyah). Mata ajaran umum sama seperti mata ajaran pada sekolah – sekolah umum lainnya, contohnya matematika, fisika, kimia dan lain lain. Mata ajaran khusus yaitu mata ajaran yang berkaitan dengan keislaman, contohnya aqidah, fiqih, bahasa Arab, dan hafalan/tahfidz Al Qur’an, serta masih banyak lagi mata ajaran yang lain, sesuai dengan jenjang pendidikan dan letak kampus.